Living on a bus
Selama beberapa bulan menikmati bus di Jakarta akan memicu otak untuk mempertanyakan hal-hal kecil dan memperhatikan fakta-fakta detail yang unik. Seperti:
- Pengamen hanya akan naik ke bus yang sepi. Definisi sepi : jumlah orang berdiri < jumlah orang duduk. Tidak berlaku untuk bus Cina macam 46 atau 45.
Dan pertanyaan ilmiah yang sangat penting, macam :
Kenapa kok beberapa bus di Jakarta sepertinya miring ke kiri? jika di Italia ada menara miring, di sini ada bus miring. Kemungkinan penyebab :
- Ada cewek cakep di sisi kiri bus itu.
- Total berat orang di sisi kiri bus > total berat orang di sisi kana bus.
- Bus itu miring by desain. Sebagai salah satu atraksi pariwisata di Jakarta. Agar turis yang pernah ke Jakarta berdiskusi,”Pernah naik bus miring nggak?”,”Pernah! Kemarin sampai 45 derajat.”
- Kemiringan itu adalah bekas perang dari perjuangan bus melintasi deru jalanan Jakarta yang kejam, macet dan padat.
Ah, Bus. Tempat harapan bersatu melintasi kemacetan yang semakin lama semakin hebat.
Lihat orang berbatik di sisi kiri kita, mungkin dia ingin menjadi pejabat penting di departemennya. Atau wanita cantik yang duduk di seberang itu, mungkin suatu saat dipromosikan menjadi CEO perusahaannya. Atau lihat 2 mahasiswi manis yang sedang berbincang itu, mereka sedang merangkai masa depan lewat pendidikan. Atau 2 siswa yang siap perang di dekat pintu, dengan rantai dikalungkan di leher, dan sabuk yang lebarnya hampir sama dengan lingkar tanganku, mungkin dia adalah calon Vito Corleone-nya Jakarta.
Dan supir bus itu, mungkin dia adalah salah satu yang gagal saat audisi Tim GP1 mencari pembalap, harapannya masih hidup, dan terus berlatih di jalanan ibukota. Dan sang kondektur? Mungkin dia juga berjuang untuk impiannya, teller Bank, salah satunya dengan berakting teler dengan aroma alkohol menyengat dari mulutnya, sangat meyakinkan.
Ah.. saat aku turun dari bus, aku teringat kenapa aku di sini. Impian orang-orang itu menyadarkanku. Bukan untuk rutinitas, untuk impian yang harus dikejar. Belajar dan berjuang setiap hari, semakin dekat dengan impianku meski hanya satu cm.
Eropa tunggu aku!
Atau aku jadi bodoh karena keracunan timbal dan karbon monoksida.
Posted on 9 Juli, 2008, in experience, idealist, jayus, life, small talk. Bookmark the permalink. 18 Komentar.
Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is to not stop questioning.
~ Albert Einstein
ealah, balik maning postingan absurd
@galih
It’s fun you know!
Serious and fun.
karna pintu keluarnya di sebelah kiri, dan banyak penumpang yg berdiri dekat pintukarna ketika tangan kanan memberi, tangan kanan tak boleh mengetahui πlah, malah salah kode π
gpp deh
biar yg baca bingung π
kayaknya mulai menikmati petualangan dg bus jakarta nih π
analisis yang cukup menarik… π
@takochan
Heh?
@Hedi
Antara menikmati dan kecanduan timbal, aku nggak bisa nentukan yang mana.
@cK
Terimakasih. π
hehehe gimana kalo pengemudi bus itu diwadahi jadi pembalap? hehehe
i somehow like this post u know :>
Eropa tidak sabar menunggumu, dan sudah menunggu…sukses selalu…
Lagi2 ndaniel maneh =))
Sebegitu parahnya bus di Jakarta?
jadi inget lagu louis armstrong…
“the colors of the rainbow are pretty in the sky
are also on the faces of people going by..
I see friends shaking hands, saying how do you do
they’re really saying “I love you””
bus memang “kompleks”..
ups, “so pretty in the sky”, ding.. hehe..
wah gile, bisa merhatiin sisi kemiringan bus sgala..
bus kota jakarta, dicaci maki tapi dinanti
@arul
Sudah kok… pembalap jalanan. π
@danasatriya
Asal jangan jatuhcinta padaku π
@Singal
Thanks
@arysco
Kapan lulus co? π
@sapimoto
Selain asap hitam dan gaya mengemudi yang berbahaya? Nggak… nggak parah kok.
@bagindo
Kok bisa ?
*baca lagi dan masih heran*
@ika
Coba kamu perhatikan kalo di jalan.
@kishandono
Terpaksa π